Selasa 18 Mar 2025

Notification

×
Selasa, 18 Mar 2025

Iklan

Iklan

Dinilai Gagap Kebijakan, Bupati Jember dapat Catatan Merah dari PMII

08 Maret 2022



Jember, zonamerdeka.com -- Mahasiswa PMII memberikan catatan merah pada kepemimpinan Bupati Jember H. Hendy Siswanto dan KH. Firjaun Barlaman. PMII menilai, pasca satu tahun kepemimpinan H. Hendy Siswanto telah terjadi kegagapan kebijakan, hal itu disampaikan dalam rilis tertulis dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Jember pada hari selasa, (8/2/2022).


PMII menilai Bupati Hendy gagap dalam menghasilkan kebijakan. Pasca satu tahun kebijakan yang diambil belum bisa menyelesaikan problem yang ada di Jember. Selain itu, Bupati Hendy melahirkan kebijakan yang justru menilai kontroversi dan dinilai berdampak negatif.



"Pasca satu tahun bupati dan wakil bupati menjalankan kepemimpinannya, masih cukup banyak problem yang belum terselesaikan, " tulis rilis pernyataan sikap PMII.


Lanjutnya, "Belum lagi dengan beberapa kebijakan baru yang lahir disertai kontroversi, sehingga menjadikan Jember Satu Tahun Dalam Kegagapan Kebijakan," jelas dalam rilis PMII tersebut.


PMII juga menuliskan di awal Pemerintahan Hendy, banyak masyarakat yang beduyun-duyun mendukung program infastrukturnya. Tapi ternyata harapan masyarakat tak sesuai dengan harapan yang didapat.


PMII menuliskan "Hadir dengan slogan “Wes Wayahe Mbenahi Jember” dan “Jember Kueren”, pasangan terpilih muncul di hadapan publik dengan membeberkan sejumlah janji politik pada saat kampanye."




Lanjutnya, "pada awal-awal kepemimpinan Bupati Jember dan Wakil Bupati, orang-orang berduyun-duyun menyaksikan pembangunan infrastruktur berupa jalan dan lampu PJU."


Mahasiswa juga menyampaikan kekecewaan, karena pengaspalan dilakukan pada jalan yang masih bagus, sedangkan jalan yang rusak dibiarkan hingga saat ini.


"Ironisnya, jalan-jalan kota yang masih terlihat bagus di aspal kembali sedang jalan-jalan rusak di desa-desa dibiarkan dan hingga hari ini, nyatanya masih ada masyarakat yang mengeluhkan akses rusak yang menghubungkan antar dusun," tulis rilis mahasiswa PMII. 


PRESS RELEASE

Catatan Merah Satu Tahun Kepemimpinan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jember


Tertanggal 26 Februari 2021, Gubernur Provinsi Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa resmi melantik pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Jember, H. Hendy Siswanto dan K.H. MB Firjaun Barlaman sebagai pasangan terpilih untuk memimpin Kabupaten Jember hingga tahun 2024. Tepat pada tanggal 26 Februari 2022, mereka telah melaksanakan amanah luhur yang telah di berikan oleh rakyat selama 1 tahun penuh. Seperti yang telah kita ketahui bersama, Kabupaten Jember merupakan wilayah yang menyimpan segudang sumber daya alam unggulan. Kabupaten Jember dalam RPJMD Provinsi Jawa Timur merupakan wilayah dengan proyeksi pembangunan di sektor Agrowisata.

Pada tahun 2021 lalu, Kabupaten Jember secara resmi memiliki pemimpin baru. Pasca konflik politik yang begitu rumit dan menyita perhatian publik pada periode sebelumnya. Pasangan terpilih telah bersedia dengan sadar dan insyaf untuk segera menyelesaikan problematika yang ada termasuk problematika pada beberapa sektor sebagai implikasi konflik politik tersebut. Hadir dengan slogan “Wes Wayahe Mbenahi Jember” dan “Jember Kueren”, pasangan terpilih muncul di hadapan publik dengan membeberkan sejumlah janji politik pada saat kampanye dan pada hari ini, pasca satu tahun bupati dan wakil bupati menjalankan kepemimpinannya, masih cukup banyak problem yang belum terselesaikan. Belum lagi dengan beberapa kebijakan baru yang lahir disertai kontroversi, sehingga menjadikan Jember Satu Tahun Dalam Kegagapan Kebijakan

Pada awal-awal kepemimpinan bupati dan wakil bupati, orang-orang berduyun-duyun menyaksikan pembangunan infrastruktur berupa jalan dan lampu PJU. Ironisnya, jalan-jalan kota yang masih terlihat bagus di aspal kembali sedang jalan-jalan rusak di desa-desa dibiarkan dan hingga hari ini, nyatanya masih ada masyarakat yang mengeluhkan akses rusak yang menghubungkan antar dusun. Belum lagi kontroversi Proyek Multiyears yang dianggarkan pada tahun 2021 sedang pelaksanaannya pada tahun 2022. Hanya dalam hitungan bulan, pada persoalan lain, pemerintah Kabupaten Jember mendapatkan penolakan atas perubahan APBD 2021 sebagai akibat keterlambatan pengajuan kepada pemerintah provinsi, ancaman SiLPA tinggi, dan berdampak pada perencanaan yang terhimpit waktu.

Pada persoalan Guru Tidak Tetap (GTT), terjadi keterlambatan penyaluran gaji hanya karena persoalan administrative terhitung sejak tahun 2022. Nasib para guru tersebut ternyata tidak lebih penting dari pada syarat formal dalam logika birokrasi. Sekalipun hal itu adalah alur yang harus dilalui, akan tetapi mengapa para pejabat pemerintahan yang merupakan lulusan sarjana tidak segera mengantisipasi hal itu. Persoalan yang serupa juga terjadi pada gaji guru honorer, dimana terdapat kesenjangan antara Guru Honorer yang berada di sekolah negeri dan Guru Honorer yang berada di sekolah swasta. Diketahui berdasakan SK gaji guru honorer yang berada di sekolah negeri mencapai Rp. 1.200.000 berbanding jauh dengan guru honorer yang berada di sekolah swasta yang hanya berkisar Rp. 200.00 s/d Rp. 300.000. ini masih menjadi pandangan hangat di wilayah tenaga pengajar karena cenderung mendekotomi pengajar berdasarkan label lembaga. Belum lagi janji 25.000 beasiswa untuk mahasiswa yang selama tahun 2021 hanya terealisasi sebanyak 5.000 beasiswa dari keseluruhan kampus yang ada di wilayah Jember.

Pada sektor pertanian, bupati dan wakil bupati pada saat kampanye menyodorkan sejumlah solusi dan mimpi yang “berlebihan” dalam pembangunan sektor pertanian. Tegas dan lugas bupati menyampaikan visi dan janji politiknya “Menjadikan Jember Sebagai pusat komodiatas pertanian ditingkat nasional dan internasional, mensejahterakan dengan menjaga ketersediaan pupuk sepanjang tahun dan menjadi stabilitator harga han asil tani padi di pasar”. Nyatanya, hingga hari ini, masyarakat masih mengeluhkan kelangkaan pupuk di daerah mereka. Pemerintah menjadikan pupuk Organik sebagai solusi dengan janji (Pembangunan pabrik pupuk organik di setiap kecamatan) namun tidak diimbangi dengan kontrol dan manjemen yang baik, sehingga begitu pupuk subsidi tidak memenui kebutuhan saprodi petani, pupuk organik yang dicanangkan tidak tersedia, akibatnya pupuk mulai langka dan kemudian menjadi lebih mahal, sehingga memaksa petani untuk menambah input produksi untuk memnuhi kebutuhan pupuk. Kemudian, wacana untuk menjadikan sektor pertanian Jember sebagai pusat komoditas di tingkat nasional hingga internasional tidak dibarengi dengan kejelasan agenda setting pemerintah selama ini. Pembiaran aktvitas-aktivitas ekstraktif yang keberadaannya mengancam sektor pertanian, serta minimnya intervensi pemerintah dalam hal inovasi, pengembangan manajemen dan penguatan pasar. Belum lagi ada ada janji politik “1.000 Rumah Murah” yang kemudian publik menyebutnya proyek properti semakin meresahkan karna kecenderungan logis dari proyek tersebut adalah pengalih fungsian lahan,

Publik kembali diriuhkan dengan pergantian komoditas buah naga yang menuai kontroversi serta desas-desus adanya bibit oligarki di dalamnya menjadi catatan tersendiri pada kepemimpinan bupati dan wakil bupati yang terlihat “gelagapan” menghadapi kompleksitas persoalan di Kabupaten Jember. Tindakan tersebut cenderung sebagai tindakan perusakan aset pemerintah daerah yang dimotori langsung oleh Bupati Jember, Ir. H. Hendy Siswanto, ST., IPU, Ir. Imam Sudarmaji selaku Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan selaku Pengguna Barang, Jupriono, ST selaku Plt Kepala Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga dan Sumberdaya Air (DPUBM dan SDA) beserta Ratno Cahyadi Sembodo, SH (Inspektur) dan Ir Mirfano (Sekretaris Daerah) selaku Pengelola Barang Milik Daerah, hal tersebut disebabkan oleh beberapa kecacatan dasar atas tindakan konversi tersebut :

  • Bahwa kegiatan konversi lahan agrowisata Buah Naga menjadi Buah Kelengkeng yang dilakukan di atas lahan Kebun Rembangan yang bertempatan di Kecamatan Arjasa Kabupaten Jember tidak tercantum baik di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kab. Jember Tahun 2021 – 2026 maupun di dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kabupaten Jember Tahun 2022.

  • Di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jember Tahun 2022 pada pos Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Jember tidak tercantum anggaran pengadaan bibit pohon kelengkeng;

  • Selain daripada itu, belum ada kajian investasi, masterplan, studi kelayakan, studi amdal dan perencanaan anggaran yang dilakukan oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Jember maupun Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Kabupaten Jember tentang konversi lahan Kebun Rembangan dari tanaman Buah Naga menjadi Tanaman Buah Kelengkeng, sehingga tidak diketahui apakah konversi lahan yang dimaksud meningkatkan nilai ekonomi/Pendapatan Asli Daerah;

  • Bahwa dalam Perda RTRW tahun 2015 Buah Naga merupakan buah yang menjadi salah satu produk di kecamatan Arjasa, tidak tercantum buah kelengkeng.

  • Sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah disampaikan bahwa setiap kegiatan pemanfaatan Barang Milik Daerah (BMD), termasuk di dalamnya aset tanah Pemkab Jember berupa lahan di Rembangan Kecamatan Arjasa, harus tercantum didalam Rencana Kebutuhan Barang Milik Daerah (RKBMD) Pemanfaatan yang diusulkan oleh Pengguna Barang (Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kab. Jember) kepada Pengelola Barang (Sekretaris Daerah Kab. Jember) untuk ditetapkan. Namun hingga hari ini, konversi lahan kawasan Rembangan dari Sentra Tanamah Buah Naga menjadi Sentra Tanaman Buah Kelengkeng tidak pernah ada dan masuk dalam RKBMD Pemanfaatan.


  • Dan Pada 15 Januari Tahun 2022, tanaman buah naga yang merupakan modal/aset perkebunan yang tiap tahun menghasilkan PAD di Lahan Rembangan, Desa Kemuning Lor, Kecamatan Arjasa telah dirusak tanpa ada kajian investasi pada anggaran tahun 2021, usulan perubahan pemanfaatan, perencanaan penghapusan / pemusnahan pada tahun 2021, pertimbangan penghapusan/pemusnahan dan prosedur lain yang wajib dilaksanakan sebelum dilakukan pemusnahan / penghapusan barang milik daerah berupa aset tanaman perkebunan.


Tidak ketinggalan perikanan juga menjadi alat politik buapti dalam kampanye nya, jelas tersampaikan dalam janji poltiknya “Membangun Pusat Pelelangan Ikan yang Bersih dan Baik Sehingga Dapat Menjaga Kualitas dan Meningkatkan Harga Jual Ikan”. Ada dugaan kuat bahwa rencana pembuatan Pusat Pelelangan Ikan adalah siasat untuk melangengkan pembuatan pelabuhan kapal besar pertambangan guna menekan biaya transportasi darat. Dugaa tersebut kemudian diperkuat fakta bahwa industri tambak udang modern yang pada tempo lalu menimbulkan konflik serius dalam masyarakat Desa Kepanjen. Di sisi lain, janji politik bupati maupun wakil bupati yang mengatakan akan meningkatkan produktivitas ekonomi perikanan nampaknya hanya sekedar janji yang sengaja digunakan sebagai bualan guna meraih suara masyarakat. Desa Kepanjen merupakan desa dengan jejak historis penolakan industri tambak udang modern oleh masyarakat. Keluhan masyarakat antara lain adalah tercemarnya ekosistem laut yang disebabkan oleh limbah industri tersebut. Hingga detik ini, pemerintah kabupaten tidak kunjung segera melakukan penertiban atas hal tersebut. Proses pembuangan limbah yang disalurkan melalui sungai ataupun yang dibuang langsung ke laut jelas merupakan pelanggaran terhadap prosedur yang berdampak pada lingkungan. Tindakan pemerintah yang nihil terhadap temuan tersebut menunjukkan bahwa pemerintah tidak serius dalam pengembangan ekonomi perikanan.


Pemerintah ingin publik mengikuti narasi mereka dengan mengatakan “Jember adalah milik 2,5 juta penduduk, bukan eenggok masyarakat pinggir tertentu. Tapi nyatanya, 15 perusahaan dibiarkan tak membayar pajak kepada daerah atas eksploitasi dan penghabisan sumber daya alam Gunung Sadeng di Puger. Lalu, pemerintah mengatakan bahwa kenyataan itu adalah temuan mereka dan membungkus dengan narasi seolah-olah itu adalah prestasi, padahal itu adalah dosa yang tak bisa ditoleransi. Wacana BUMD Gunung Sadeng kemudian muncul dan menunjukan bagaimana sesak nafas pemerintah sehingga gelagapan dalam membangun kebijakan. Menilik pada PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR


54 TAHUN 2OI7 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH, pada bagian ke tiga, Pasal 9, ayat (5) bahwa kebutuhan daerah berdasarkan hasil kajian kebutuhan dan hasil kajian kelayakan bidang usaha BUMD merupakan bagian dari kebijakan RPJMD. Diketahui bahwa kebutuhan terkait gunung Sadeng menjadi badan Usaha tidak masuk pada RPJMD. Pemerintah harus memegang prinsip bahwa apa yang terkait pembangunan daerah dan hajat hidup orang banyak harus direncanakan dengan matang dan baik bukan kemudian ketika ada masalah dan ide langsung di eksekusi termasuk pendirian Badan Usaha milik daerah. Artinya kalau dalam pemerintahan saat ini penting untuk menggagas lahirnya BUMD baru, terlepas apapun semangatnya harus secara substansi ternarasikan dalam bagian analisis kebutuhan dalam perencanaan daerah terutama di RPJMD dan itu jelas di point 5 PP No 54 tahun 2017 tentang pendirian BUMD

Ketidakjelasan itu diperparah dengan kebijakan pemerintah pada sektor penataan ruang yang menjadi dasar dalam melaksanakan pembangunan. Pemerintah Kabupaten Jember mengadakan seminar laporan akhir revisi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) November lalu. Pemerintah Daerah dengan timnya sengaja meletupkan kegiatan itu dan membuat kita terbelalak dengan fakta yang terjadi, Kita kehilangan cara untuk tidak menangis, karena melalui seminar itu, kita melihat sumber penghidupan sejati kita seolah-olah di buat layaknya mainan pasir yang dapat di ubah se-enaknya sendiri. Ironisnya, orang-orang yang disebut pintar dan ahli di bidangnya itu, turut serta menindas alam dengan tidak membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW. Beberapa persoalan lain, angka stunting yang masih tinggi, banyaknya fasilitas publik yang tidak ramah disabilitas, dan RPJMD yang masih memiliki potensi dilakukannya aktivitas pertambangan cukup memperlihatkan bahwa kepemimpinan bupati dan wakil bupati hari ini pincang dalam berjalan mengarahkan pembangunan Kabupaten Jember.

Oleh karenanya, berdasarkan pada persoalan-persoalan di atas kami lembaga PMII se-Jember dengan tegas:

  1. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk mengedepankan aspek lingkungan dalam peinjauan RTRW dengan membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) RTRW

  2. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember segera menyelasaikan pembangunan pabrik pupuk organik sebagai bentuk upaya mengatasi kelangkaan pupuk

  3. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk melakukan penertiban kepada seluruh aktivitas industri yang mengancam ekosistem laut

  1. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk melakukan pemerataan perbaikan Jalan

  2. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember merealisasikan janji politik dalam sektor pendidikan

  3. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk membatalkan konversi lahan perkebunan Rembangan dari Buah naga menjadi Buah kelengkeng karena tidak tercantum dalam RPJMD dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) 2022

  4. Mendesak Pemerintah Kabupaten Jember untuk segera mencabut RAPERDA BUMD Gunung Sadeng karena tidak tercantum dalam RPJMD 2021 - 2026

  5. Menuntut Pemerintah Kabupaten Jember untuk melakukan tata kelola kebijakan yang terukur berdasarkan norma dan regulasi hukum serta meiliki implikasi pada kesejahteran Masyarakat


Mengetahui;

Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Kabupaten Jember Masa Khidmat 2021/2022


Mohammad Faqih Alharamain

Ketua Umum





ikuti zonamerdeka.com di Google News

klik disini


close