Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nya pun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditelan gelombang, tetapi Yesus tidur. Lalu datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus membentak angin dan danau itu, sehingga danauF itu menjadi teduh sekali. Orang-orang itu pun heran dan berkata, “Orang seperti apa Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat pada-Nya?” (Mat 8:23-27)
bagaimana Yesus membentak angin ribut yang sedang mengamuk di Danau Galilea, dan danau pun menjadi teduh sekali.
Sangat luar biasa! Kita dapat membayangkan betapa besarnya kuat-kuasa yang dimiliki oleh Yesus atas alam semesta.
Peristiwa yang terjadi sekitar 2000 tahun lalu memang merupakan sebuah kejadian yang hebat sekali, namun merupakan keajaiban yang terisolasi, dan tidak atau sedikit saja mempunyai relevansi bagi kita yang hidup di abad ke-21.
Apabila makna dari peristiwa tersebut hanya terbatas untuk menunjukkan kuat-kuasa Yesus atas alam semesta dan teguran terhadap kekurangan kepercayaan para murid-Nya, maka kita boleh-boleh saja bertanya: “Mengapa Dia tidak melakukan hal serupa sekarang? Mengapa Dia membiarkan orang-orang yang mengasihi-Nya pada zaman ini mati tenggelam dalam kecelakaan kapal laut, pesawat udara dan berbagai bencana alam?
Kita juga diingatkan akan satu ayat dalam “Surat kepada Orang Ibrani”: Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya” (Ibr 13:8). Kalau demikian halnya, maka makna cerita ini bagi kita sekarang bukanlah Yesus yang meredakan angin ribut di Danau Galilea, melainkan “di mana saja Yesus berada, maka badai-badai kehidupan menjadi reda/teduh. Artinya, dalam kehadiran Yesus, maka angin badai yang paling hebat pun akan diubah menjadi suasana penuh kedamaian.
Manakala angin kencang kedinginan hati, atau angin kesedihan bertiup, maka ada ketenangan dan rasa nyaman dalam kehadiran Yesus Kristus. Ketika angin panas penderitaan sengsara bertiup kencang, maka ada damai-sejahtera dan rasa aman dalam kehadiran Yesus Kristus. Ketika angin badai keragu-raguan berupaya untuk mencabut akar atau fondasi iman-kepercayaan kita, maka ada rasa aman yang tetap dalam kehadiran Yesus Kristus. Dalam setiap badai atau angin ribut yang menggoncang hati manusia, maka ada kedamaian bersama Yesus Kristus.
Janganlah kita (anda dan saya) melupakan pelajaran dari peristiwa yang terjadi sekitar 2000 tahun lalu di Danau Galilea bagi kita yang hidup di abad ke-21 ini, yaitu bahwa apabila berbagai badai kehidupan menggoncang jiwa kita, maka Yesus Kristus ada di sana, dan dalam kehadiran-Nya amukan badai diubah-Nya menjadi damai-sejahtera yang tidak dapat diambil oleh badai serupa.
DOA: Tuhan Yesus Kristus, sebagai murid-murid-Mu kami tidak akan pernah merasa takut lagi, karena setiap kali badai kehidupan datang mengancam, Engkau senantiasa hadir. Engkau adalah sang Imanuel, Allah yang senantiasa bersama kami. Terpujilah nama-Mu, ya Tuhan Yesus, sekarang dan selama-lamanya. Amin.
Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nya pun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditelan gelombang, tetapi Yesus tidur. Lalu datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus membentak angin dan danau itu, sehingga danau itu menjadi teduh sekali. Orang-orang itu pun heran dan berkata, “Orang seperti apa Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat pada-Nya?” (Mat 8:23-27)
“Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang percaya?” (Mat 8:26). Dengan kata-kata ini Tuhan Yesus menegur para murid-Nya. Namun sebenarnya kata-kata-Nya itu ditujukan kepada kita juga. Yesus juga menegur kita karena mempunyai rasa takut terhadap begitu banyak hal. Ini adalah pelajaran yang bagus sekali. Dia sungguh ingin mengajar kita. Betapa sering kita merasa khawatir dan gelisah tentang begitu banyak hal, tanpa sedikit pun ada keyakinan akan kebaikan Allah dan kuasa-Nya.
Kita tidak perlu membuktikan bahwa rasa takut itu sudah sungguh menyebar-luas. Orang-orang miskin merasa takut bahwa besok mereka tidak dapat makan. Orang-orang kaya merasa takut akan kehilangan kekayaan mereka di pasar modal. Orang-orang yang kurang berpendidikan merasa takut terlibat dalam pembicaraan dengan orang-orang yang lebih berpendidikan karena khawatir dipermalukan. Orang-orang yang terdidik seringkali merasa takut kehilangan posisi dan prestise sosial mereka. Kemudian jangan lupa adanya begitu banyak orang yang percaya kepada hal-hal yang bersifat takhyul, takut ini dan takut itu.
Orang-orang yang tidak beragama atau iman-kepercayaan tertentu merasa takut terhadap ketidakpastian hidup dan teristimewa ketidakpastian berkaitan dengan hari-H kematian. Yang sangat menyedihkan serta mengejutkan adalah apabila kita berjumpa dengan orang-orang yang beriman, saleh dalam melakukan kewajiban agama mereka, namun masih saja dihinggapi rasa takut yang kosong dan sia-sia.
Orang-orang yang disebutkan terakhir ini adalah seperti para murid dalam bacaan Injil hari ini. Walaupun Tuhan Yesus sendiri ada di sana bersama mereka di dalam perahu ketika tiba-tiba diterpa amukan angin ribut, mereka tetap saja membangunkan Dia dan berseru dengan penuh ketakutan: Tuhan, tolonglah, kita binasa” (Mat 8:25). Dalam kebaikan-Nya Yesus menenangkan angin ribut di danau itu, namun Ia menegur ketiadaan iman para murid-Nya dan ketakutan mereka walaupun jelas-jelas Dia hadir di tengah-tengah mereka: “Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang percaya?” (Mat 8:26).
Yesus juga menujukan teguran-Nya yang sama kepada kita untuk rasa takut kita yang kecil-kecil dan terkadang terasa tolol. Kita lupa bahwa Dia adalah Imanuel yang selalu hadir dalam kehidupan kita (Mat 1:23; 28:20). Kita takut dan khawatir akan kondisi kesehatan kita, takut dan waswas akan “nasib” anak-cucu kita, khawatir akan rumah tinggal kita dst.
Memang ada yang dikenal sebagai rasa takut yang sehat (healty fears atau healthy concerns). Kita harus mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan untuk kehidupan kita, keluarga kita, untuk kesejahteraan moral dan untuk kesejahteraan spiritual orang-orang yang kita kasihi. Kita juga harus mempunyai rasa takut (yang sehat) terhadap dosa.
Akan tetapi, pada kenyataannya ada begitu banyak rasa takut yang tolol, yang menghalang-halangi pekerjaan kita, kebahagiaan dan kehidupan spiritual kita. Inilah rasa takut untuk mana Tuhan menegur kita dan minta agar kita mengingat bahwa Dia senantiasa hadir di tengah-tengah kita. Dia tidak akan tinggal diam apabila kita menghadapi berbagai tantangan yang membahayakan eksistensi kita.
DOA: Yesus Kristus, Engkau adalah Tuhan dan Juruselamatku. Aku menaruh kepercayaanku sepenuhnya pada diri-Mu, dengan demikian Kaubebaskan dari rasa takut yang tidak perlu. Aku percaya bahwa Engkau adalah Imanuel, Allah yang senantiasa menyertai para pengikut-Mu dan selalu siap menolongku. Terima kasih, ya Tuhan. Amin.
Yesus Menenangkan Badai Lalu Yesus naik ke dalam perahu dan murid-murid-Nya pun mengikuti-Nya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di danau itu, sehingga perahu itu ditelan gelombang, tetapi Yesus tidur. Lalu datanglah murid-murid-Nya membangunkan Dia, katanya, “Tuhan, tolonglah, kita binasa.” Ia berkata kepada mereka, “Mengapa kamu takut, hai kamu yang kurang percaya?” Lalu bangunlah Yesus membentak angin dan danau itu, sehingga danau itu menjadi teduh sekali. Orang-orang itu pun heran dan berkata, “Orang seperti apa Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat pada-Nya?” (Mat 8:23-27)
Dalam bacaan Injil hari ini kita membaca dan membayangkan bagaimana Yesus membentak angin ribut yang sedang mengamuk di Danau Galilea, dan danau pun menjadi teduh sekali. Sangat luar biasa! Kita dapat membayangkan betapa besarnya kuat-kuasa yang dimiliki oleh Yesus atas alam semesta. Peristiwa yang terjadi sekitar 2000 tahun lalu (Amatus Rahakbauw)