Garut, zonamerdeka.com - Ketua umum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Balinkras, Dr. Malao, SH.MH mengingatkan para Kepala Desa dan Camat di Kabupaten Garut agar jangan terjebak pungutan penerbitan Akta Jual Beli (AJB) tanah di luar batas jumlah maksimal yang diatur peraturan perundang- undangan.
“Seorang warga di Garut bertanya, berapa besaran honorarium yang harus dikeluarkan untuk mengurus AJB kepada camat selaku PPATS dan Kepala Desa sebagai saksi? Yah, saya jawab jika permintaan melebihi di atas 1% maka itu sudah melawan hukum,” ujar Malao saat diwawancarai di Hotel Sabda Alam Cipanas Garut, Jawa-Barat. Selasa,(14/6).
Malao mengatakan, Kepala Desa dan Camat sebaiknya berhati-hati memungut uang jasa atau honorarium dari masyarakat yang mengurus AJB. Jika melampaui 1% dari jumlah transaksi yang tercantum, maka permintaan itu berpotensi menjadi pungutan liar (pungli) yang arahnya adalah pelanggaran administrasi, bahkan bisa sampai pidana.
“Peraturannya sangat jelas hanya membatasi 1% (maksimal), kapan ada permintaan lebih dari itu, dapat dikenakan sanksi administrasi, dan tidak menutup kemungkinan ada sanksi pidana yang bakal menjerat,” ungkapnya.
Ia pun berharap, jika selama ini praktek pungli seperti itu sudah biasa dilakukan agar dihentikan mulai dari sekarang, sebelum nantinya menyesal apabila ada pihak yang merasa dirugikan dan membawanya ke ranah hukum.
“Apa jadinya kalau sudah dilaporkan ke penegak hukum, di intai lalu dilakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada saat melakukan transaksi,” ujarnya.
Tak hanya itu, tambah Malao, bagaimana jika ada warga yang menyimpan bukti percakapan, hingga rekaman suara pada saat pejabat meminta-minta jatah lebih dari AJB, karena kesal merasa di peras lalu bukti itu di laporkan kepada polisi atau kejaksaan.
Untuk diketahui, batas uang jasa honorarium AJB tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2016 Perubahan Atas PP Nomor 27 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pasal 32 ayat (1) “Uang jasa honorarium PPAT dan PPAT Sementara termasuk uang jasa saksi tidak boleh melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta”. Jelasnya.
Malao juga menegaskan, di PP, No. 24 Tahun 2016 itu pada Pasal 2 mewajibkan PPAT dan PPATS untuk tetap melayani dan memberikan jasa tanpa memungut biaya (honorarium) jika warga tersebut tidak mampu.
“Pasal 2, PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan jasa tanpa memungut biaya kepada seseorang yang tidak mampu,” tutur Malao mengutip bunyi Pasal 2 dalam PP 24 Tahun 2016 itu.
Lebih lanjutnya lagi. Malao menjelaskan, apabila pungli seperti ini dilarikan ke proses hukum, aparat dapat mengenakan Pasal 423 KUHP “Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, di ancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.”
Karenanya, Malao juga meminta Kades dan Camat yang ada di Kabupaten Garut khususnya, agar mengawasi dengan baik-baik bawahannya, jangan sampai dicatut namanya memungut uang jasa lebih dari 1% kepada masyarakat, pungkasnya.
(Diky)