Cerita dari Hengki ini mengingatkan saya pada sebuah anekdot yang sering jadi bahan tertawa teman-teman di gereja: ‘Kalau minggu bilangnya haleluya, sedangkan senin sampai sabtu bilangnya halelupa.’
Pagi itu, Hengki sedang buru-buru ke kantor. Maklum, macetnya Ibukota memang tidak bisa diprediksi. Apalagi pagi ini ada rapat penting. Dirinya langsung ‘gas ful’ mobilnya agar sampai tepat waktu. Tiba-tiba, ada mobil merah yang menyalip mobil Hengki dari bagian kiri jalan.
Hal itu tidak hanya membuat Hengki kaget, tetapi juga membuatnya cukup emosi sebab Hengki harus mengerem mendadak. Saat berada tepat di belakang mobil merah itu,Hengki bisa membaca sticker ‘Armi of God’ pada kaca belakangnya.Hengki bergumam, “Ado katanya anak Tuhan, Kok tapi di jalan ugal-ugalan,?”
Kita semua sudah diajarkan untuk hidup dengan menghidupi firman. Dengan demikian, buah-buah roh akan muncul dari setiap kita. Ketika kita menghasilkan buah-buah roh, maka efeknya tidak hanya dirasakan oleh diri sendiri, tetapi juga oleh orang-orang yang ada di sekitar kita.
Hal yang sama juga pernah dirasakan oleh Amos yang dijelaskan dalam Amos 5:21-24.
“Aku membenci, Aku menghinakan perayaanmu dan Aku tidak senang kepada perkumpulan rayamu. Sungguh, apabila kamu mempersembahkan kepada-Ku korban-korban bakaran dan korban-korban sajianmu, Aku tidak suka, dan korban keselamatanmu berupa ternak yang tambun, Aku tidak mau pandang.
Jauhkanlah dari pada-Ku keramaian nyanyian-nyanyianmu, lagu gambusmu tidak mau Aku dengar. Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir.”
Tuhan mau Amos menyampaikan kebenaran soal ibadah yang mereka lakukan. Ibadah yang dilakukan oleh umat pilihanNya itu semata-mata hanyalah sebagai sebuah rayuan atau bujukan kepada Tuhan agar Ia tetap memberkati bangsa tersebut.
Mereka bisa saja menyembah Tuhan di rumah-rumah ibadah, tetapi dalam hidupnya, mereka tidak mengakui keberadaan Tuhan. Sebagai seorang nabi, Amos tidak dapat meninggalkan tugasnya dan membiarkan mereka hidup dalam dosa. Sikap ibadah mereka perlu dikoreksi oleh Amos.
Nabi Amos harus melaksanakan panggilan Allah untuk menegur umat Israel dan mengatakan kalau cara ibadah mereka tidak sesuai dengan apa yang Tuhan telah kehendaki.
Cerita Nabi Amos ini mengingatkan kita bahwa ibadah yang sejati bukan hanya dilakukan pada setiap hari minggu, tetapi harus nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Setiap perbuatan, pikiran, juga tutur kata di luar gereja juga perlu kita jaga dan harus bisa mencerminkan ibadah kita kepada Tuhan.
Tuhan mau kita sebagai anak-anakNya hidup dalam kebenaran, layaknya sungai yang mengalir, yang terus memberikan kesegaran bagi setiap orang. Sudahkah kita menghidupi ibadah yang sejati tersebut?
Kalau belum, mulailah dengan membangun hubungan dengan Tuhan dengan merenungkan firmanNya. Tanya kepada Tuhan tentang apa yang Ia inginkan dalam kehidupan kita ini. Dengan begitu, kita bisa menjalin kedekatan dengan Tuhan dan mewujudkan ibadah yang sejati tersebut.
Penulis : Amatus Rahakbauw