zonamerdeka.com, Malang - Berbicara tentang konsep negara demokrasi maka kita berbicara tentang sebuah sistem politik yang ingin keluar dari watak-watak sistem feodalisme.
Sejarah membuktikan bahwa pecahnya Revolusi Prancis sebagai penanda lokasi sebagaimana konsep demokrasi yang akan digaungkan di seluruh dunia dalam melawan hegemoni feodalisme, bahwa kebebasan, kemerdekaan dan kesetaraan harus diperjuangkan dalam hidup manusia.
Indonesia adalah salah satu negara yang menganut sistem demokrasi artinya bahwa pendiri bangsa ini dan juga seluruh elemen masyarakat menjustifikasi secara jelas bahwa sistem politik ini harus berlandaskan pemerintahan yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat sehingga keterlibatan publik dalam mengawasi dan mengontrol stabilitas politik, ekonomi dan budaya sangat diperlukan, meskipun Indonesia dalam sejarah mengalami suatu diskursus politik yang pada akhirnya lahirnya suatu gerakan besar oleh mahasiswa dan rakyat di tahun 1998 demi menuntaskan agenda dan cita-cita besar terhadap sebuah negara demokratis.
Konteks yang terjadi hari ini pemerintah dalam hal ini Eksekutif dan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mencoba mengkebiri nilai-nilai demokrasi demi melanggengkan kepentingan _status quo_ melalui suatu karya besar yang katanya maha agung yakni RKHUP yang jika di kaji mengalami paradoksal dan mengangkangi nilai-nilai demokrasi itu sendiri.
Draf Rancangan Rancangan Undang-Undang KUHP ( RKUHP ) menuai polemik terkait pasal-pasal kontroversial. Pasal-pasal kontroversial itu dapat dilihat pada pasal 217, 266,, 351 dan pasal 429 yang dinilai mengancam kebebasan warga negara dalam menyampaikan pendapat.
Berikut pernyataan sikap PMKRI Cabang Malang Sanctus Augustinus :
1. Menuntut DPR RI dan Pemerintah untuk menghapus pasal 217 tentang penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, pasal 256 tentang penyelenggaraan pawai, unjuk rasa, atau Demonstrasi, pasal 351 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, dan pasal 429 tentang penggelandangan.
2. Mendesak DPR RI dan Pemerintah agar segera melakukan pembahasan ulang dan peninjauan kembali pasal-pasal bermasalah dalam RKUHP dan harus dilakukan secara transparan, aspiratif, dan akuntabel dengan melibatkan semua elemen masyarakat sebelum dilakukan pengesahan
Pasal-pasal di atas dinilai bertentangan dengan hak-hak dasar warga negera yang telah diatur dalam UUD 1945. Pasal 217 tentang penghinaan Presiden dan Wakil Presiden, pasal 256 tentang penyelenggaraan pawai, ujuk rasa, atau Demostrasi, pasal 351 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara, sangatlah bertentangan dengan UUD 1945 pasal 28e tentang kebebasan berserikat, dan mengeluarkan pendapat dan UU RI No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum.
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Malang menilai bahwa akan ada pembungkaman yang besar terhadap hak warga negara terlebih khusus hak untuk menyampaikan pendapat termasuk dalam mengkirtisi kinerja Presiden, Wakil Presiden dan Lembaga Negara lainnya apabila pasal-pasal di atas disahkan. Pasal-pasal kontroversial yang telah disebutkan di atas juga dinilai menodai buah-buah reformasi. Kebebasan berpendapat adalah buah dari reformasi. Ada kekhawatiran bahwa di tengah angin segar reformasi yang kita rasakan saat ini, akan kembali lagi pada masa-masa otoritariensime Soeharto yang mengekang kebebasan masyarakat dengan adanya pasal-pasal karet dalam RKUHP tersebut.
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia Cabang Malang juga menyoroti pada pasal 429 tentang gelandangan disebutkan bahwa setiap orang yang bergelandangan di jalan atau di tempat umum dipidana dengan denda paling banyak kategori I. Ini bertentangan dengan putusan MK NO.29/PPU-X/2012 yaitu pelanggaran hidup bergelandangan merupakan pembatasan yang menjadi kewenangan negara, sedangkan memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar merupakan kewajiaban konstitusional Negara yang harus melakukan dengan memperhatikan kemampuan negara. Namun, pada kenyataannya masih banyak gelandangan yang tidak diperhatikan oleh negara.
Balduinus Ventura, Ketua Presidium PMKRI Cabang Malang, mengatakan bahwa pasal-pasal kontroversial di atas merupakan upaya pemerintah dalam mempertahankan kekuasaan dan menodahi nilai-nilai dasar demokrasi artinya bahwa ini adalah suatu penghianaan besar terhadap masyarakat meskipun RKHUP tersebut masih dalam rancangan dan potensi akan di sahkan, sehinngga pasal-pasal ini harus dihapuskan.
Senada dengan Ventura, Ketua Komisariat IKIP Budi Utomo, Ketua Komisariat Merdeka dan Widyagama, mengatakan bahwa negara sedang mengangkangi nilai-nilai luhur demokrasi.
PMKRI Cabang Malang menganggap bahwa negara gagal dalam mewujudkan sistem politik demokrasi, sehinnga ini merupakan degradasi demokrasi di era rezim saat ini. Sehingga jika hal ini dibiarkan, akan membawa kita balik pada watak feodalisme di mana kebebasan berpendapat akan dimonopoli demi suatu kepentingan politis yang opurtunis untuk para oligarki, tegas Exen Jontona selaku Presidium Hubungan Perguruan Tinggi PMKRI Cabang Malang.
Hal ini juga disampaikan oleh sekertaris jenderal PMKRI Malang, Boni Norung bahwasanya perlu gerakan besar dan lagkah solutif dari pemerintah dalam mengambil sikap demi menjaga martabat sebuah bangsa yang sistem ekonomi politiknya bisa berdiri di atas kaki sendiri dan mencegah hegemoni kapitalisme di bangsa ini.
Sumber : Press Release PMKRI Cabang Malang