Notification

×

Iklan

Iklan

Opini: Pesta Kemerdekaan dan Memerdekakan Pikiran Anak Bangsa

16 Agustus 2023


 


(Catatan Nelson Kedang)


Seremonial perayaan 17 Agustus telah di depan mata. Di mana-mana, di kota hingga dusun-dusun di desa di seluruh tanah air Indonesia tercinta ini semarak perayaan ini mulai dipersiapkan.


Lorong dan jalan-jalan umum mulai dipajang umbul-umbul. Gapura-gapura permanen maupun berbahan alami dibuat dan dicat sesuai nuansa perayaan peringatan hari Kemerdekaan NKRI 78 tahun silam. 


Selain itu, terdapat pula berbagai jenis perlombaan. Ada konsep perlombaan yang lucu-lucu hingga yang ekstrim penuh perjuangan. Lomba-lomba itu semisal panjat pinang untuk mengambil sebuah kaos, lari karung oleh bapak-bapak dan ibu-ibu yang berbadan gemuk. 


Juga, ada lomba antar tim sepak bola yang melibatkan ibu-ibu. Supaya mengundang gelak tawa, lomba ini biasanya diselingi dengan musik. Para pemain akan (break) berhenti sejenak dan bergoyang ria ketika musik dibunyikan dari soundsystem yang sudah disiapkan.


Supaya lebih terorganisir, dibentuklah panitia oleh pemerintah. Dari pemerintah desa, pemerintah Kecamatan, Propinsi bahkan Pemerintah Pusat. Ya, karena ini hajatan besar negara. Karena itu, suda bisa dipastikan akan melibas anggaran dari duit negara yang sudah disiapkan sebelum waktunya. Anggaran itu dikucurkan demi meriahkan peringatan hari Kemerdekaan RI ke 78.


Perlombaan-perlombaan tersebut biasanya akan berakhir H-3 hingga H-1 menuju peringatan 17 Agustus.


Usai pesta perayaan Kemerdekaan RI itu, para peserta membawa reward hingga cerita-cerita lucu nan konyol ke rumah masing-masing.


Lalu, ada rumah besar yang bernama NKRI ini usai pesta kemerdekaan itu kembali ke situasi stagnan. Situasi di mana di pelosok tanah air ini begitu-begitu saja. Masih saja ada anak-anak bangsa yang mati kelaparan karena kekeringan. Situasi itu seperti di Papua Tengah di mana 6 orang meninggal hanya karena kelaparan.


Di sisi lain, pesta kemerdekaan yang dirayakan yang mengundang gelak tawa itu menyisahkan fakta lain seperti pelajar Papua yang pada umumnya belum merdeka membaca. 


Ya, di pelosok-pelosok Papua, berbagai faktor seperti geografi, ekonomi, sosial, budaya dan politik mengukung anak-anak Papua belum mampu membaca meski label 'pelajar' telah disematkan pada pribadi mereka.


Konon, dua orang guru yang mengabdi dan mengajar di Papua berbincang-bincang di bawah pohon mangga.

Seorang bergerutu, "mereka (anak-anak Papua) berbicara menggunakan bahasa Indonesia tetapi tidak memahami bahasa Indonesia".


Berdasarkan Peringkat TGM (Tingkat Gemar Membaca) dari Data Perpustakaan Nasional, TGM nasional Indonesia pada tahun 2022 bertengger di angka 63, 9 poin. Sementara berdasarkan wilayah propinsi, poin tertinggi dari Yogyakarta dengan skor poin 72,29. Terendah dari 3 wilayah yakni Papua Barat dengan poin 54, 81, Papua sebesar 55,93 poin dan Sulawesi Utara 55,88 poin.


Fakta ini tidak lucu ketika pemerintah masih doyan membuat seremonial-seremonial pesta yang menghabiskan anggaran hanya untuk mengundang gelak tawa tanpa melihat lebih jauh situasi lain di negeri ini. 


Pada perayaan 17 Agustus, petugas apel akan membacakan mukadimah NKRI di mana akan ada kalimant berbunyi, "mencerdaskan kehidupan bangsa..."


Mukadimah ini hendaknya senantiasa mengingatkan para pemangku perlombaan pesta 17 Agustus untuk mengarahkan perlombaan-perlombaan yang lebih kreatif dan cerdas sesuai konteks Kemerdekaan RI yang memerdekaan pikiran anak-anak bangsa. (***)





ikuti zonamerdeka.com di Google News

klik disini


close