Jember, zonamerdeka.com - Bioteknologi berpotensi besar menjadi salah satu solusi atas permasalahan dunia pertanian di Indonesia. Kesimpulan ini diangkat dalam seminar nasional bertema “Adopsi Bioteknologi untuk Akselerasi Ketahanan Pangan” yang digelar oleh Universitas Jember bersama PT. Syngenta Seed Indonesia di gedung Auditorium kampus Tegalboto (12/9). Kesimpulan ini berangkat dari data dan fakta, serta berbagai hasil bioteknologi yang sudah terbukti mampu meningkatkan produktivitas pertanian, bahkan penerapannya sudah menyebar ke bidang lain seperti kesehatan.
Pendapat ini disampaikan oleh para pembicara yang hadir, diantaranya oleh ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Jawa Timur, Sumrambah. Menurutnya dunia pertanian Indonesia kini mengalami banyak permasalahan, diantaranya modal sosial petani yang makin tergerus. Hal ini terlihat dari semangat gotong royong dalam usaha pertanian yang dahulu masih kental kini beralih menjadi sifat individualistis. Petani pun jauh dari akses informasi dan pembiayaan. Sementara perhatian dari pemerintah dirasa belum maksimal.
Di sisi lain perubahan iklim, menyusutnya lahan pertanian, serangan penyakit dan hama mengancam produktivitas pertanian kita. Padahal jumlah penduduk Indonesia makin bertambah sehingga kebutuhan pangan terus meningkat. Ditambah lagi regenerasi petani berjalan lambat. Dari data KTNA, mayoritas petani Indonesia berusia 50 tahun ke atas yang artinya kemampuan menerima, mengadopsi dan mengaplikasikan teknologi baru termasuk bioteknologi jauh berkurang.
“Oleh karena itu saya berharap mahasiswa pertanian kita mau menjadi petani. Anak petani tidak malu meneruskan profesi orang tuanya. Tentu saja petani modern yang menguasai teknologi termasuk bioteknologi. Agar terus muncul petani-petani muda Indonesia. Bioteknologi juga memungkinkan inovasi-inovasi baru yang seperti benih tanaman yang produktivitasnya tinggi, tahan penyakit atau bahkan meminimalkan penggunaan pupuk kimia,” ujar Sumrambah yang juga Wakil Bupati Jombang ini.
Harapan tersebut sudah dibahas, salah satunya oleh Prof. Antonius Suwanto dari IPB University Bogor yang tampil pada diskusi di sesi pagi. Menurutnya manusia sejak lama sudah meneliti bagaimana agar produk pertanian makin baik dari sisi ketahanan maupun produktivitasnya. Sebagai contoh masyarakat Indonesia sejak lama sudah akrab dengan produk padi varietas IR dan PB, atau semangka tanpa biji. Kesemuanya adalah hasil bioteknologi.
“Seiring dengan kemajuan jaman maka bioteknologi makin berkembang seperti pemetaan gen hingga kloning. Tinggal bagaimana kita menyosialisasikan inovasi baru tadi kepada masyarakat, agar adopsinya bisa terlaksana dengan baik. Dengan biodiversitas Indonesia yang kaya maka Indonesia berpotensi memiliki varietas pertanian yang makin beragam,” jelasnya.
Pendapat Prof. Antonius Suwanto didukung oleh koleganya dari Universitas Jember, Prof. Bambang Sugiharto yang sudah mengembangkan tebu toleran kering. Varietas tebu ini sekarang sudah dibudi dayakan oleh para petani tebu di bawah binaan PTPN XI. Menurutnya para peneliti Universitas Jember sudah banyak meneliti dan mengembangkan bioteknologi di bidang pertanian dan kesehatan. Bioteknologi memungkinkan peneliti membuat solusi bagi banyak problem. Misalnya padi dengan vitamin A, tomat yang memiliki cita rasa lebih manis dan produk lainnya.
Penelitian tebu toleran kering yang dilakukan Prof. Bambang Sugiharto didukung oleh peneliti PTPN XI, Nanik Tri Ismadi. “Petani tebu binaan kami melaporkan tebu varietas toleran kering pertumbuhannya lebih cepat, jumlah batang per juring lebih banyak dan produktivitasnya lebih tinggi dibandingkan tebu varietas lainnya,” ungkapnya.
Namun penelitian dan pengembangan produk pertanian bioteknologi memang memerlukan tahapan yang panjang dan berbiaya besar. Oleh karena itu menurut Nanik Tri Ismadi perlu kerja sama lintas sektor. Diantaranya melibatkan pemerintah, dunia usaha atau swasta, perguruan tinggi dan masyarakat. Oleh karena itu dirinya mengapresiasi inisatif kerja sama antara Universitas Jember dengan PT. Syngenta.
Kebutuhan kerja sama juga disampaikan oleh Direktur Utama PT. Syngenta Seed Indonesia, Suwarno yang menggandeng Universitas Jember dalam pengembangan benih jagung tahan hama ulat pengerek batang. Kerja sama ini diwujudkan dengan penandatanganan MoU dengan Universitas Jember yang diwakili oleh Wakil Rektor IV, prof. Bambang Kuswandi yang sekaligus membuka kegiatan di gedung Auditorium. Kerja sama juga dijalin dengan Fakultas Pertanian Universitas Jember.
“Besok hari Rabu, kami mengajak petani melihat dari dekat jagung varietas NK yang telah ditanam di Agerotechnopark Universitas Jember di Jubung. Dengan varietas NK yang baru yang tahan hama ulat penggerek batang ini maka petani dapat meminimalkan biaya untuk perawatan tanaman jagungnya,” kata Suwarno.
Kerja sama antara kalangan swasta dengan perguruan tinggi juga disambut baik oleh Kementerian Pertanian melalui Pengawas Benih Madya Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Happy Suryati. Dirinya berharap inovasi baru bioteknologi, khususnya pada varietas jagung akan memastikan target produksi 30 juta ton jagung di tahun 2023 dapat terpenuhi. Seminar juga menghadirkan Prof. Bambang Prasetya dari Komisi Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetika, yang menjelaskan prosedur keamanan produk rekayasa genetika. (ton)