Sawahlunto, zonamerdeka.com - Era kolonialisme menimbulkan berbagai dampak yang dapat dirasakan jauh setelah masa kolonialisme itu berlalu, baik terhadap negeri jajahan maupun negara kolonial itu sendiri.
Guna mengetahui bagaimana masyarakat Indonesia sebagai daerah bekas koloni dan Belanda sebagai negara kolonial pada masanya dalam menghadapi dan menyikapi sejarah kolonial yang tak luput dari beragam bentuk kekerasan, eksploitasi dan juga rasisme, Profesor Katharine Mcgregor Dari Universitas Melbourne Australia memimpin penelitian yang dilakukan di dua negara, yaitu Indonesia dan Belanda.
Dalam proyek yang didanai oleh sebuah Discovery grant (DP210102445) dari sebuah organisasi nasional bernama "Australian Research Council" tersebut, Prof. Katharine Mcgregor turun langsung menelusuri daerah - daerah bekas koloni di Indonesia yang salah satunya adalah ke Kota Sawahlunto, Provinsi Sumatera Barat.
"Kami tertarik ingin mengetahui bagaimana masyarakat Indonesia dan juga bagaimana usaha - usaha yang dilakukan oleh berbagai lembaga seperti museum atau komunitas - komunitas heritage dalam melestarikan peninggalan Kolonial serta hubungan kerjasama antar masyarakat di dua negara ini" kata Kate, panggilan kesayangan Katharine MacGregor pada awak media di Cafe Pak Harto yang terletak di kawasan komplek perkantoran PTBA.UPO, Rabu 25/10/2023.
Dalam wawancaranya dengan dua komunitas sejarah, seni dan budaya, yaitu Komunitas Dhulur Tunggal Sekapal dan awak media sendiri sebagai founder Komunitas Anak Nagari, Sukadi atau yang lebih dikenal dengan Kadul sebagai ketua Dhulur Tunggal Sekapal maupun sebagai salah satu keturunan Orang Rantai yang dibuang ke Sawahlunto menyampaikan kesan dan harapannya kepada Pemerintah Belanda agar memberikan perhatian dan kompensasi sebagai tanda permohonan maaf serta sebagai bentuk kompensasi perang kepada anak cucu keturunan orang rantai yang dulu dipekerjakan secara paksa didalam lubang - lubang tambang bawah tanah dengan bayaran dan perlakuan yang tidak manusiawi.
"Saya sebagai ahli waris maupun sebagai ketua komunitas sudah sering menyuarakan ini ke pihak - pihak yang berkepentingan tapi sampai saat ini belum ada titik terangnya" kata Kadul.
Menanggapi hal ini, Katharine mengatakan bahwa dirinya bukanlah ahli hukum jadi dia tidak tahu kalau ada kasus untuk keturunan para pekerja buruh tambang secara khusus. Berdasarkan penelitiannya mengenai aktivisme di Indonesia dari penyitas “Jugun Ianfu “ dari pendudukan jepang biasanya itu perlu perjuangan besar dan banyak hambatan untuk mencapai keadilan sejarah.
"Terkait isu keadilan sejarah (historical justice) banyak negara sudah mulai berpikir mengenai apa tanggung jawab mereka terhadap masa lalu. Negara Belanda sudah minta maaf kepada janda dan anak korban kasus Balongsari dan Westerling dan kasus kekerasan lain oleh tentara belanda waktu revolusi dan mulai kembalikan objek yang diambil dalam konteks perang kolonial"
"Jadi saya kira mulai ada lebih banyak perhatian ke masalah seperti ini. Secara global ada jauh lebih banyak perhatian juga ke sejarah perbudakaan dan kemungkinan reparasi untuk kasus ini. Tetapi proses untuk membuat satu klaim dan bentuk permintaan, serta siapa yang berhak sepertinya sangat kompleks karena jangka waktu dan sumber bukti" kata Dosen sejarah Universitas Melbourne yang sudah meneliti Sejarah Indonesia selama 25 tahun dan menorehkan berbagai karya ilmiah diantaranya yang terupdate adalah buku Systemic Silencing: Activism, Memory, and Sexual Violence in Indonesia (Critical Human Rights Series: University of Wisconsin Press, August 2023)
Lebih jauh dia memaparkan bahwa dari hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat melahirkan rumusan berupa sebuah kerangka untuk memahami dampak dari perhatian yang semakin besar terhadap sejarah Kolonial.
"Hasil dari penelitian ini akan diterbitkan dalam bentuk presentasi untuk konferensi atau seminar, sebagai artikel atau buku akademik maupun sebagai artikel surat kabar atau blog" katanya.
Selama melakukan penelitian di kota Sawahlunto, Katharine menyampaikan apresiasi dan mengungkapkan ketertarikannya terhadap pengelolaan serta inventarisasi sejarah kolonial yang disajikan dalam serangkaian museum yang ada di kota yang telah diakui sebagai kota warisan dunia oleh UNESCO ini.
"Salah satu hal yang paling mencolok adalah perhatian terhadap pekerja dan pengalamannya atau setidaknya kisah keturunannya karena pengalaman mereka tidak selalu diangkat dalam museum lain" pungkas Katharine seraya bangkit berdiri untuk kembali ke tempatnya menginap usai mengunjungi Museum Kereta Api, Kherkof (Komplek Pemakaman Belanda), Museum Goedang Ransoem dan Museum Tambang Lobang Soero.
Yanto