Damonok di dampini sejumlah awak media kota sawahlunto. |
Sawahlunto, zonamerdeka.com -- 25 Desember 2024, Polemik antara anggota DPR RI Rico Alviano dan seorang buruh harian lepas bernama Nofrizal Nok (46) alias Damonok kini menjadi perhatian publik. Rico melaporkan Damonok ke polisi atas dugaan penghinaan di media sosial, yang mendorong Damonok memenuhi panggilan di Polres setempat pada Senin, 16 Desember 2024.
Damonok, seorang pria berusia 46 tahun dengan lima anak dan dua istri, mengaku tidak gentar menghadapi laporan tersebut. “Saya akan memenuhi semua prosedur dan panggilan dari pihak kepolisian,” ujar Damonok kepada awak media, menunjukkan sikapnya yang kooperatif meskipun berasal dari kalangan ekonomi lemah.
Di sisi lain, Rico Alviano, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp oleh media ini pada rabu siang 25/12, mengatakan belum ada komunikasi dari pihak Damonok. “ pihak Damonok belum ada menghubungi saya,” jawab Rico singkat.
Namun, Damonok menegaskan bahwa jika penyelesaian damai dilakukan, ia ingin hal tersebut terjadi di Polres untuk memastikan keselamatannya. “Kalau bapak Rico melaporkan saya di Polres, saya berharap penyelesaiannya (damai) juga di Polres. Kalau damai di luar, tidak ada yang menjamin keselamatan saya,” ungkapnya dengan nada hati-hati.
Kasus ini memicu diskusi luas tentang hubungan antara Wakil Rakyat dan rakyat kecil, terutama dalam konteks kebebasan berekspresi di media sosial. Banyak pihak menilai bahwa pejabat publik harus siap menerima kritik dan hinaan dari masyarakat sebagai bagian dari perannya. Di sisi lain, masyarakat juga diingatkan untuk berhati-hati dalam menyampaikan pendapat agar tidak melanggar hukum.
Pihak kepolisian diharapkan menangani kasus ini dengan profesional dan adil, mengingat besarnya perhatian publik terhadap nasib Damonok. Hingga kini, belum ada kejelasan apakah kedua pihak akan mencapai penyelesaian damai atau melanjutkan proses hukum.
Damonok, sebagai representasi rakyat kecil yang tengah menghadapi kekuasaan besar, berharap keadilan dapat ditegakkan tanpa ada intimidasi. Kasus ini menjadi refleksi nyata tentang pentingnya keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab dalam dunia digital.(iz)